There was a time when pages filled with letters were windows to the world, explored, delved into, until silence seeped into them. But now, when everything competes to be instant, long readings can become labyrinths no one wishes to enter.
We are in an era where thoughts do not want to linger too long. Fingers glide swiftly over screens, eyes scan words like birds that merely perch on branches before flying away again. No one wants to be trapped in an endless loop of words without direction. Too many words often do not signify depth but are merely waves rolling without purpose.
Length does not make writing meaningful. A phrase can pierce deeper than pages of paragraphs. Essence is not in the number of words but in their grip on the reader's mind.
So what is the use of writing long if it goes unread? What is the point of endless lines if they are abandoned halfway? Would it not be better to say just enough, to leave a trace that does not exhaust, to flow like dew on the tip of a leaf, sufficient, clear, and unburdened?
Today, it is not length that makes reading last, but precision. For if every word is a thicket, who would wish to wander through a forest with no clear path? If every sentence meanders, who would endure to the end?
Writing should be an oasis, not a boundless sea. It should guide, not mislead. It should illuminate, not burden. Because in a world so loud, what we need is not overwhelming noise, but a little silence filled with meaning.
So perhaps this is the time to write not to appear long, but to be read, heard, and to give meaning.
Terjemahan :
Ada zaman ketika lembar-lembar penuh aksara adalah jendela dunia, lembaran itu diselami, dijelajahi, hingga sunyi menyusup ke dalamnya. Tapi kini, di mana segala sesuatu berlomba-lomba menjadi sekejap, bacaan panjang bisa menjadi labirin yang tak lagi ingin dimasuki.
Kita berada di masa di mana pikiran tak ingin mengendap terlalu lama. Jari-jemari meluncur cepat di atas layar, mata menyisir kata-kata seperti burung yang sekadar hinggap di dahan lalu terbang lagi. Tidak ada yang ingin terjebak dalam alur yang berputar-putar tanpa tujuan. Sebab terlalu banyak kata seringkali bukan tentang kedalaman, melainkan sekadar riak yang menggulung tanpa arah.
Bukan panjang yang membuat tulisan bermakna. Sebuah frasa bisa menusuk lebih dalam daripada paragraf berlembar-lembar. Esensi bukanlah jumlah kata, tetapi daya cengkeramnya pada benak pembaca.
Lalu apa gunanya menulis panjang jika tak terbaca? Apa artinya berjela-jela jika akhirnya ditinggalkan? Bukankah lebih baik menyampaikan seperlunya, meninggalkan jejak yang tak melelahkan, mengalir seperti embun di ujung daun, cukup, jernih, dan tak membebani?
Hari ini, bukan panjang yang membuat bacaan bertahan, melainkan ketepatan. Sebab jika setiap kata adalah belukar, siapa yang ingin menyusuri hutan tanpa jalan setapak? Jika setiap kalimat bertele-tele, siapa yang mau bertahan hingga akhir?
Tulisan harus menjadi oase, bukan lautan tak bertepi. Ia harus menuntun, bukan menyesatkan. Memberi terang, bukan membebani. Sebab di dunia yang begitu bising ini, yang kita butuhkan hanyalah sedikit keheningan yang bermakna, bukan kebisingan yang meluap tanpa arah.
Maka, mungkin inilah saatnya menulis bukan untuk terlihat panjang, melainkan untuk dapat dibaca, didengar, memberi makna.
Sepatah Makna
Dulu kata-kata jendela dunia,
Terbuka lebar untuk jiwa yang dahaga.
Tapi kini segalanya berlalu cepat,
Tak sempat singgah, hanya sekadar lewat.
Jari meluncur di layar terang,
Mata terbang bagai burung melayang.
Tak ingin terjerat dalam labirin kata,
Tak ingin tersesat di lorong yang hampa.
Sepatah makna lebih dari ribuan aksara,
Tak perlu panjang tuk tinggalkan rasa.
Mengalir lembut bagai sungai di pagi,
Cukup, jelas, tanpa beban di hati.
Tak selalu panjang berarti mendalam,
Kadang hening lebih tajam dari sorak.
Terlalu banyak kata hanya ombak bergulung,
Tanpa arah, tanpa tujuan yang junjung.
Jari meluncur di layar terang,
Mata terbang bagai burung melayang.
Tak ingin terjerat dalam labirin kata,
Tak ingin tersesat di lorong yang hampa.
Sepatah makna lebih dari ribuan aksara,
Tak perlu panjang tuk tinggalkan rasa.
Mengalir lembut bagai sungai di pagi,
Cukup, jelas, tanpa beban di hati.
Tulis bukan untuk panjang tak terbaca,
Tapi untuk didengar, dipahami maknanya.
Di dunia yang riuh, kita butuh tenang,
Bukan lautan kata, hanya bisikan terang.
Mungkin kini waktunya berkata secukupnya,
Agar setiap kata bernyawa,
Menjadi cahaya di gulita,
Dan tak hilang tertelan masa.