Eksplorasi Tanpa Definisi | Runtahgila

Pertanyaan yang dianggap Bodoh

Ada kala, kata-kata meluncur dari bibir, seperti air yang jatuh dari celah batu. Spontan, tak terencana, kadang terkesan gegabah.

Jawaban

Di tepi hening, ketika dunia terlalu sibuk untuk mendengar, pertanyaan-pertanyaan liar sering muncul seperti riak kecil di danau tenang. Mereka melompat dari mulut-mulut polos atau pikiran yang berani, pertanyaan yang dianggap bodoh. Seperti angin yang bertanya kepada gunung, “Kenapa kau tidak berjalan?” Atau bintang yang memandang laut dan berbisik, “Kenapa kau tak berpendar?”

Namun, apakah ada pertanyaan yang benar-benar bodoh? Atau hanya keberanian terselubung yang berusaha menembus batas ketahuan? Mungkin, mereka adalah puisi tersembunyi, sebuah undangan untuk kita berhenti, menunduk, dan melihat dunia dari sudut yang lebih rendah, lebih murni.

Pertanyaan yang dianggap bodoh sering memegang kunci. Bukan untuk pintu logika yang biasa, tetapi untuk lorong panjang menuju kebijaksanaan yang tidak terduga. Mereka adalah lentera kecil, menyala di kegelapan pikiran yang terlalu sering terpaku pada normal.

Hari ini, mari kita merayakan absurditas itu. Menjawab bukan dengan ketawa menghina, tetapi dengan kebijaksanaan yang menyentuh dasar hati. Sebab setiap pertanyaan, sesederhana apapun, adalah cermin yang memantulkan keberanian seorang jiwa untuk mencari tahu lebih jauh.

Ada kala, kata-kata meluncur dari bibir, seperti air yang jatuh dari celah batu. Spontan, tak terencana, kadang terkesan gegabah. Lalu, dari sana, muncul tanya yang membuat alis terangkat, senyum terkulum, atau kepala menggeleng kecil, seolah, semesta mengirimkan tamparan lembut bertanda tanya besar.

“Benarkah ada pertanyaan yang bodoh?”

Jawaban sederhana sering menjadi selimut bagi pikiran yang terganggu. Tapi siapa tahu, di balik pertanyaan itu, ada semesta yang menunggu untuk ditemukan. Mari kita selami.

 

1. Pertanyaan yang Dihina, Padahal Ia Sebuah Cermin

Ada seorang bocah, menatap langit jingga di ujung senja. Dengan polos ia bertanya, “Kenapa awan tidak jatuh?”

Seorang dewasa mungkin akan tertawa kecil, menganggap itu hanya angin lalu. Tapi lihatlah Newton, ketika apel jatuh. Jika tak ada pertanyaan itu, mungkin gravitasi hanya mitos.

Kadang, tanya yang dianggap bodoh justru adalah pintu bagi keajaiban. Kita terlalu sibuk mencari jawaban cerdas, hingga lupa bahwa semua ilmu bermula dari kebodohan yang berani diungkapkan.

 

2. Ketika Bijak Itu Bukan Jawaban, Tapi Senyuman

Bayangkan ini: seseorang bertanya di tengah keramaian, “Kalau air laut asin, kenapa ikan enggak jadi asin?”
Ada dua jenis manusia di dunia. Yang pertama akan menjawab dengan setengah mengejek, “Yah, memang enggak semua harus asin.” Yang kedua, akan berpikir sejenak, tersenyum, lalu menjelaskan bagaimana sel tubuh ikan menjaga keseimbangan osmotik, tanpa membuat si penanya merasa kecil.

Bijak itu bukan sekadar tahu jawaban. Bijak adalah seni menyampaikan jawaban tanpa melukai martabat yang bertanya. Karena sesungguhnya, tidak semua tanya mencari solusi; sebagian hanya butuh didengar.

 

3. Pertanyaan yang Menggali Rasa Lupa

Ada pula tanya yang terdengar bodoh, hanya karena kita lupa bagaimana rasanya menjadi tidak tahu.
“Kenapa daun pisang bisa dibikin jadi bungkus makanan?”

Mungkin, sebagian besar dari kita akan menjawab, “Ya, karena daun itu besar dan lentur.” Tapi coba tanyakan pada ilmuwan. Mereka akan bicara tentang struktur sel, serat alami, dan lapisan lilin yang membuat daun itu tahan air dan kuat.

Pertanyaan seperti ini, sederhana tapi penuh rasa ingin tahu, sebenarnya adalah pengingat bahwa hidup tidak sesederhana yang kita pikirkan. Kita butuh lebih banyak ‘pertanyaan bodoh’ agar terus belajar.

 

4. Antara Malu dan Berani: Paradoks Bertanya

Seseorang pernah bertanya, “Kenapa langit biru?”

Tertawa, orang-orang di sekitarnya menganggap ia konyol. Tapi tahukah kau, butuh waktu berabad-abad untuk menjawab pertanyaan itu dengan ilmu fisika?

Pertanyaan yang sederhana, seringkali ditertawakan oleh mereka yang malu mengakui bahwa mereka juga tidak tahu. Lalu, siapa yang sebenarnya lebih bodoh: yang bertanya, atau yang tidak tahu tapi menertawakan?

 

5. Seni Menjawab Tanpa Merendahkan

Dulu, ada seorang guru yang sering ditanyai hal-hal aneh oleh murid-muridnya.
“Bu, kenapa batu itu berat, padahal dia kecil?”

“Kenapa air kalau dipukul enggak luka?”

Sang guru tidak pernah menertawakan. Ia hanya diam sejenak, lalu berkata, “Karena batu tak punya sayap untuk terbang, dan air selalu memilih untuk menyerah.”

Terkadang, jawaban terbaik adalah yang membuat penanya merasa bahwa pertanyaannya adalah karya seni yang layak dihargai.

 

6. Filosofi di Balik Pertanyaan Sederhana

Seorang tua pernah berkata, “Jangan pernah abaikan tanya yang terlihat bodoh. Karena ia mungkin adalah cermin dari sesuatu yang lebih besar.”

Contoh sederhana:

“Kenapa bola lampu berbentuk bulat?”

Jawabannya bukan sekadar estetika. Bentuk bulat memaksimalkan efisiensi distribusi cahaya. Lihat, pertanyaan itu membawa kita pada ilmu optik dan rekayasa teknik.

 

7. Bagaimana Bijak Itu Membuka Pintu Baru

Seorang anak kecil bertanya, “Kenapa orang tidur mimpi?”

Mungkin kau akan menjawab, “Itu kerja otak saat istirahat.” Tapi jawaban itu hanya permukaan.
Bisa jadi, pertanyaan itu membuka pintu pada eksplorasi otak manusia, atau mungkin menjadi awal dari cerita dongeng tentang dunia lain di dalam tidur.

Bijak itu bukan soal benar-salah. Bijak adalah bagaimana kita menghormati proses berpikir seseorang.

 

8. Tanya yang Memancing Tawa, Tapi Menyimpan Makna

Di sebuah warung kopi, seorang lelaki bertanya, “Kenapa kopi hitam lebih pahit dari kopi susu?”
Orang-orang tertawa, menganggapnya tidak perlu dijawab. Tapi lihatlah, pertanyaan itu bisa membawa kita pada perjalanan menelusuri biji kopi, proses sangrai, hingga interaksi kimiawi antara kafein dan lidah.

Tidak ada pertanyaan yang bodoh. Hanya ada mereka yang terlalu terburu-buru untuk memahami.

 

9. Bertanya Adalah Bukti Hidup

Hidup tanpa tanya adalah seperti langit tanpa bintang, ada, tapi kosong.
Mungkin, pertanyaan yang paling ‘bodoh’ adalah yang tidak pernah ditanyakan. Karena ia adalah tanda bahwa kita sudah menyerah untuk memahami dunia.

Jika ada yang bertanya, “Kenapa waktu terasa cepat saat bahagia, dan lambat saat sedih?”
Jangan tertawa. Renungkan. Bisa jadi, pertanyaan itu adalah refleksi dari jiwa yang tengah mencari makna waktu dalam hidupnya.

 

Kebodohan adalah Awal Kebijaksanaan

“Tidak ada pertanyaan bodoh,” kata seorang bijak. Karena setiap pertanyaan adalah jembatan menuju pemahaman baru.

Mungkin, di lain waktu, ketika seseorang bertanya sesuatu yang terdengar bodoh, berhentilah sejenak. Dengarkan. Siapa tahu, ia sedang mengetuk pintu keajaiban yang kita sendiri tak pernah pikirkan.

Dan akhirnya, aku bertanya padamu:

“Jika kita berhenti bertanya, apa yang tersisa dari keingintahuan kita?”


Serpihan acak merayap di batas logika dan absurditas, paradoks pencatat kata, menggugat batas nalar dan rasa, eksplorasi tanpa definisi. Tanpa janji bahagia, juga bukan putus asa. Tak perlu jawaban, …

Post a Comment

runtahgila Welcome to WhatsApp
Howdy ?
Type here...