Ada kisah yang tak tertulis dalam kitab para pendongeng. Bukan karena tak layak diceritakan, melainkan karena ia lebih sering ditemukan dalam bisikan angin, dalam jejak yang tak sempat dihafal tanah, dalam tatapan yang bertemu sesaat lalu berlalu tanpa janji.
Di dunia yang menggantungkan makna pada nama, ada mereka yang berjalan tanpa menginginkan ingatan. Bukan karena takut terlupakan, tetapi karena memahami bahwa hidup bukan tentang seberapa lama sesuatu bertahan, melainkan seberapa ringan langkah meninggalkannya.
Tak ada kemenangan yang mutlak, seperti tak ada perpisahan yang benar-benar utuh. Ada pedang yang tajamnya tak melukai, ada kepergian yang justru mengajarkan arti keabadian.
Maka lahirlah puisi ini, dari perjalanan tanpa peta, dari pertemuan yang tak meminta esok. Sebuah nyanyian bagi mereka yang tak gentar menertawakan dunia, bagi mereka yang tak mengemis waktu untuk berhenti, bagi mereka yang telah memahami bahwa segala yang tak diikat justru lebih mungkin abadi.
Tak perlu kau tanyakan
tentang jejak yang ditinggalkan angin
tentang nama yang dicatat di atas ombak
tentang matahari yang jatuh tanpa mengeluh
Langit telah lama paham
bahwa tapak kaki hanyalah bayang
hanyalah daun kering di sungai
berputar, tenggelam, lalu hilang
Angin membawa siapa yang tahu
ada luka yang tak bisa ditikam
ada rindu yang tak bisa ditebus
ada perjalanan yang tak butuh peta
karena langkah telah memilih jalannya sendiri
Malam telah bicara tanpa suara
tentang pertemuan yang tak perlu janji
tentang perpisahan yang tak perlu air mata
tentang bayang di tepi jurang
yang mengangguk sebelum lenyap
Jangan kau tanyakan waktu
biarkan ia melaju tanpa menoleh.
Sebab yang abadi bukanlah genggaman
bukan pula nama yang diingat
melainkan bisikan yang menghilang di udara
tanpa pernah benar-benar pergi
Ada pertanyaan yang hanya melahirkan kehampaan, seperti mencari jejak di pasir saat angin berhembus. Nama tak lebih dari bayang di permukaan air, diukir sekejap lalu terhapus sendiri. Matahari pun tak pernah merintih saat tenggelam, seolah mengerti bahwa perputaran adalah kodrat, bukan kehilangan.
Langit menyimpan rahasia perjalanan, mengawasi tapak-tapak yang datang dan pergi, tahu bahwa keabadian hanyalah ilusi. Seperti daun yang hanyut di sungai, menari di atas arus sebelum tenggelam tanpa jejak. Tidak ada yang benar-benar menetap, sebab dunia sendiri terus berubah tanpa ampun.
Angin berhembus tanpa membawa pesan, tapi tetap menyentuh apa yang tak terlihat. Ada luka yang tak bisa diobati, ada kerinduan yang tak bisa ditukar dengan apa pun. Jalan yang terbentang tak selalu butuh petunjuk, sebab ada kaki yang telah memilih sendiri ke mana harus melangkah, tanpa peta, tanpa ragu.
Malam tidak berteriak, tapi ia berbicara. Ia menyaksikan pertemuan tanpa janji, di mana dua jiwa saling mendekat tanpa tuntutan. Perpisahan pun hadir tanpa air mata, sebab kepergian bukan selalu perpisahan sejati. Ada dua bayangan di tepi jurang, saling memahami dalam diam, sebelum keduanya larut dalam kegelapan.
Waktu tak bisa dipaksa berhenti. Ia bergerak tanpa melihat ke belakang, tanpa menunggu siapa pun. Yang bertahan bukan genggaman erat, bukan nama yang terus diulang dalam ingatan, melainkan sesuatu yang lebih halus, bisikan yang berlalu bersama angin, tak terlihat, tak terdengar, tapi tetap ada, tetap nyata, meski tak bisa dijelaskan.