Waktu adalah arus yang tak terbendung, mengalir tanpa jeda, membawa kita ke tepian yang tak selalu kita inginkan. Ada saatnya kita menoleh ke belakang, mencoba mengenali pantulan diri yang semakin samar. Di sanalah kita menemukan keheningan yang berbicara lebih lantang daripada bising yang dulu kita hindari.
Tentang perubahan, tentang hal-hal yang perlahan pudar, dan tentang pencarian makna di antara ketidakpastian. Sebuah perjalanan menuju kesunyian yang bukan sekadar diam, tetapi tempat di mana waktu, kenangan, dan harapan saling berbisik tanpa suara.
Asap tak setebal lalu,
rambut tak sehitam dulu.
Jalan tak sejauh biru,
paku tak lagi dipalu.
Mata semakin sayu,
telinga pun meragu.
Lidah mulai membisu,
napas lelah memburu.
Langit berbisik dalam sunyi,
Daun-daun jatuh perlahan.
Jejak di pasir sudah pudar,
gelombang tak ingin bercerita.
Bising tak lagi mengganggu,
hitam dan putih bukan kelabu.
Menanti hujan di bawah batu,
menunggu jawab yang tak tertuju.
Jendela terbuka tapi angin tak masuk,
langkah tertahan tapi pintu tak terkunci.
Bayangan bergeser tanpa cahaya,
waktu terhenti tapi tak mati.
Di manaaaa?
Kapaaaan?
Mengapa bayang menua lebih cepat dari tubuuuh?
Siluet ditelan kabut,
perahu kecil hanyut tanpa tujuan.
Langit masih sama, tapi senja semakin bisu.
Dalam bayangan kelelahan yang perlahan menyelimuti tubuh dan jiwa. Renungkan bagaimana waktu tidak hanya mengubah fisik, tetapi juga membentuk persepsi dan perasaan kita terhadap dunia.
"Asap tak setebal lalu, rambut tak sehitam dulu."
Simbol perubahan yang tidak bisa dihindari. Dulu tebal, kini menipis. Dulu pekat, kini mulai memudar."Mata semakin sayu, telinga pun meragu."
Tentang bagaimana kita mulai kehilangan ketajaman dalam melihat dan mendengar. Keraguan menjadi teman perjalanan."Langit berbisik dalam sunyi, daun-daun jatuh perlahan."
Langit yang dulunya penuh suara kini hanya menyisakan bisikan. Daun yang jatuh menjadi lambang kefanaan."Menanti hujan di bawah batu."
Sebuah absurditas. Hujan tak akan menyentuh yang tersembunyi di bawah batu. Sebuah perumpamaan tentang penantian."Bayangan bergeser tanpa cahaya, waktu terhenti tapi tak mati."
Sebuah gambaran tentang stagnasi. Tentang bagaimana kita bisa merasa waktu berhenti, padahal sejatinya ia tetap melaju, tak peduli kita siap atau tidak.
"Di manaaaa? Kapaaaan? Mengapa bayang menua lebih cepat dari tubuuuh?"
Ini bukan sekadar pertanyaan retoris, tetapi sebuah kegelisahan yang nyata. Mengapa sesuatu yang abstrak, bayangan, ingatan, perasaan, tampak lebih cepat usang dibandingkan tubuh yang masih bisa bergerak? Ataukah sebenarnya tubuh yang tertinggal di belakang, sementara jiwa sudah lebih dulu menua?
Cerminan perjalanan manusia dalam menghadapi perubahan. Sebuah perenungan tentang kefanaan, tentang bagaimana segalanya berubah tanpa izin, dan tentang upaya untuk memahami semua itu meskipun jawabannya mungkin tak akan pernah kita temukan.
Apakah kita akan terus menunggu hujan di bawah batu? Ataukah kita akan keluar dan merasakan rintiknya, meskipun kita tak pernah tahu seberapa lama ia akan turun?
Itu semua kembali pada kita.