Eksplorasi Tanpa Definisi | Runtahgila

Tindak Angkuh

Jejak yang Terhapus dalam Keangkuhan. Demikianlah Allah mengunci mati hati setiap orang yang sombong dan sewenang-wenang.
الَّذِيْنَ يُجَادِلُوْنَ فِيْٓ اٰيٰتِ اللّٰهِ بِغَيْرِ سُلْطٰنٍ اَتٰىهُمْۗ كَبُرَ مَقْتًا عِنْدَ اللّٰهِ وَعِنْدَ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْاۗ كَذٰلِكَ يَطْبَعُ اللّٰهُ عَلٰى كُلِّ قَلْبِ مُتَكَبِّرٍ جَبَّارٍ ۝٣٥
alladzîna yujâdilûna fî âyâtillâhi bighairi sulthânin atâhum, kabura maqtan ‘indallâhi wa ‘indalladzîna âmanû, kadzâlika yathba‘ullâhu ‘alâ kulli qalbi mutakabbirin jabbâr

Artinya

"(Yaitu) orang-orang yang memperdebatkan ayat-ayat Allah tanpa alasan yang sampai kepada mereka. Amat besar kemurkaan di sisi Allah dan di sisi orang-orang yang beriman. Demikianlah Allah mengunci mati hati setiap orang yang sombong dan sewenang-wenang." (Q.S. Al-Mu’min : 35).

  • Yusuf datang dengan bukti nyata, tetapi mereka meragu hingga akhir hayatnya, lalu mengklaim Allah tak akan mengirimkan rasul lagi.
  • Fir‘aun, dengan kesombongannya, memerintahkan Haman membangun menara untuk "melihat Tuhan Musa," sementara hatinya sudah yakin tapi tertutup oleh keburukan yang ia puja.

    Ada dua jenis manusia di dunia ini: mereka yang melihat kebenaran tapi memilih membutakan diri, dan mereka yang berdebat seolah-olah kebodohan adalah kekuatan. Mereka tidak menolak karena tidak tahu, tapi karena tahu bahwa kebenaran akan meruntuhkan istana ilusi yang mereka bangun.

    Ketika Yusuf datang membawa bukti nyata, mereka tidak hanya meragukan, tetapi menciptakan narasi bahwa kebenaran hanyalah mitos. Bahkan setelah Yusuf wafat, mereka mencari-cari alasan untuk membenarkan kebodohan mereka, mengatakan bahwa Allah tidak lagi peduli mengirimkan petunjuk. Namun, apakah itu benar? Tidak. Itu hanyalah upaya mereka untuk membungkus rasa takut mereka terhadap perubahan dalam mantel "keraguan."

    Lalu, lihatlah Fir‘aun, penguasa yang mengira dunia adalah cermin bagi egonya. Dia tahu Musa tidak berdusta, tetapi kesombongan mengajaknya bermain sandiwara. Dia memerintahkan Haman membangun menara tinggi, bukan untuk mencari Tuhan, tetapi untuk melarikan diri dari kenyataan bahwa dia tidak pernah benar-benar berkuasa. Fir‘aun bukan tidak tahu; dia hanya tidak mau tahu. Perbuatannya yang buruk terlihat indah di matanya, seperti racun yang dibungkus dalam wadah emas.

    Orang-orang seperti ini bukan melawan karena mereka ingin jawaban, tetapi karena mereka takut akan jawaban itu. Mereka menggali lubang dengan mulut mereka sendiri, berdebat dengan alasan kosong yang tidak pernah mengantarkan pada kebenaran. Ketika hati sudah dipenuhi keburukan yang terlihat indah, apalagi yang tersisa selain kehancuran?

    Fir‘aun dan orang-orang seperti dia adalah bukti bahwa kebenaran tidak pernah hilang. Yang hilang hanyalah keberanian untuk menerimanya. Pada akhirnya, mereka adalah korban dari tipu daya mereka sendiri, menjerat diri mereka dalam jaring yang mereka tenun dengan benang keangkuhan dan keraguan.

==============================

    Lihatlah mereka yang berdebat dengan nyaring tapi kosong. Lidah mereka bak pedang tumpul yang diayunkan ke angin; tak melukai apa-apa kecuali keheningan yang tak bersalah. Ayat ini adalah cermin yang memantulkan wajah manusia yang memuja dirinya sendiri, menolak tunduk pada kebenaran yang tak membutuhkan pembelaan.

    Hati yang sombong, seperti pintu tua yang telah lama berkarat, tidak lagi dapat dibuka meski diketuk oleh kebenaran. Mereka berargumen bukan untuk mencari cahaya, melainkan untuk mengokohkan kegelapan mereka. Setiap penolakan mereka adalah langkah menuju penyegelan hati, hingga kebenaran menjadi seperti batu yang dilemparkan ke laut, tenggelam tanpa jejak.

    Allah, dalam kemurkaan-Nya yang tak berteriak namun nyata, mengunci hati mereka. Tapi apa arti kunci itu? Bukanlah kunci emas yang indah, melainkan gembok berat yang menghalangi cahaya masuk dan keluar. Mereka tak mampu lagi merasa, memahami, atau bahkan menyesali.

    Kesombongan mereka bukan sekadar angkuh terhadap sesama manusia, melainkan pemberontakan terhadap Sang Pencipta. Dalam logika mereka yang sempit, mereka menganggap dunia adalah tempat perayaan egonya sendiri. Tak ada tempat bagi kebenaran, sebab mereka telah menyembah bayang-bayang yang mereka ciptakan sendiri.

    Ayat ini adalah peringatan dan hukuman sekaligus: siapa yang melawan ayat-ayat Allah dengan keangkuhan dan tanpa ilmu, akan kehilangan kemampuan untuk merasakan petunjuk. Hati mereka menjadi batu yang kaku, bahkan tidak lagi mendengar deru angin kehidupan. Dan di situlah akhir mereka dimulai.

    Berjalanlah sesukamu dengan kepala mendongak, tapi ingat, dunia ini bukan milikmu untuk dikendalikan sesuka hati. Hidup adalah teka-teki yang Allah rancangkan, dan hanya Dia yang memegang jawaban terakhir. Setiap langkah sombongmu hanya memperpendek jarak menuju kehancuran. Kau akan tergelincir pada jalan yang kau tata dengan kebodohanmu sendiri, jatuh ke lubang yang tanganmu gali tanpa sadar.

    Berlari secepat yang kau mau, berpaling dari suara-suara yang mengingatkan. Tapi jangan lupa, setiap langkah meninggalkan jejak yang Allah hitung. Dunia ini bukan catur yang bidaknya kau kendalikan; hanya Allah yang tahu kapan waktumu habis. Keangkuhanmu adalah tali yang perlahan melilit lehermu sendiri, dan lubang di depan adalah hasil karya tanganmu yang terlalu sibuk menggali tanpa melihat ke depan.

Sewenang-wenanglah sesukamu, tapi ingat, hidup adalah permainan yang Allah ciptakan, dan hanya Dia yang tahu kapan pion-pionmu harus keluar dari papan. Kesombonganmu hanya akan membuat langkahmu pendek; kau akan terjatuh pada lubang yang kau gali sendiri.

Serpihan acak merayap di batas logika dan absurditas, paradoks pencatat kata, menggugat batas nalar dan rasa, eksplorasi tanpa definisi. Tanpa janji bahagia, juga bukan putus asa. Tak perlu jawaban, …

Post a Comment

runtahgila Welcome to WhatsApp
Howdy ?
Type here...