Di hening dini hari, ketika dunia seakan menggigil dalam diam, sebuah bayang melintasi tepi mimpi. Langkahnya tidak terdengar, namun jejaknya nyata di antara lipatan tidur yang setengah sadar. Ada cahaya lembut yang membelai, seperti setitik bintang jatuh di kening malam, menyisakan rasa yang tak bernama.
Nyaris terkuak berkelindan kabut
Seperti napas rahasia bumi
Rerumputan berembun bersujud
Sesekali menghirup sisa sunyi dari lekuk pepohonan
Meninggalkan bisik yang hanya didengar cakrawala
Pukul dua dini hari, sebuah waktu yang tak pernah benar-benar menjadi milik malam atau pagi. Ruang di antaranya terasa seperti keabadian kecil, di mana segala batas mengabur. Apa yang didoakan saat itu? Sebuah harapan, sebuah penantian, atau hanya keheningan yang mencari arti?
Detik yang Tak Bernama
Bayangan dari mimpi itu tak bertanya izin untuk hadir, namun keberadaannya terasa begitu nyata. Sepenuhnya jelas, kehadirannya menyelimuti ruang dalam pikiran. Mungkin itu hanya refleksi dari keinginan yang tak pernah terucap, atau rindu yang bersembunyi di sudut yang tak terjamah.
Keheningan dini hari adalah panggung bagi perasaan yang tak sempat terungkap di waktu lain. Di sana, doa berkelana tanpa bentuk, hanya berbisik dalam nada yang tidak terdengar. Apa yang dikehendaki, barangkali tidak penting, karena kehadiran doa itu sendiri sudah cukup untuk menggugah jiwa.
Detik terus bergerak, membawa suasana yang tidak dapat dijelaskan. Ruang itu terasa seperti gelombang halus yang meresap ke dalam kesadaran, menggugah pertanyaan yang tidak membutuhkan jawaban segera.
"Apakah doa mengembara, hingga mimpi terselip di sela-sela detik yang tak ingin disebut waktu, diam-diam membawa tanya, apakah sebuah pesan, atau sekedar bayang yang menertawai kenyataan?
Tapi mimpi tak pernah salah menghampiri ..."
Bayang di Batas Mata
Di sudut malam yang tenang, celah kecil terbuka bagi pikiran untuk menjelajah. Dalam celah itu, doa terkadang menemukan jalannya, merayap pelan menuju sesuatu yang lebih tinggi, lebih luas. Tidak ada keinginan instan di sana, hanya harapan agar semesta mendengar dengan sabar.
Wajah-wajah dari masa lalu kerap muncul, seperti memanggil perhatian. Mereka datang dengan kisah yang setengah tersampaikan, seolah menuntut untuk dilanjutkan di alam sadar. Apakah ini bentuk pesan, atau sekadar pantulan dari pikiran yang tak pernah tenang?
Keheningan malam memberi ruang bagi pertanyaan untuk tumbuh, seperti benih di tanah yang lembut. Tidak perlu tergesa mencari arti, karena mungkin, keindahan terletak pada proses pencarian itu sendiri.
Ada wajah yang samar
Di batas antara nyata dan imaji
Ia hadir tanpa undangan
Mengisi ruang yang tak pernah dikenali
"Mimpi tak pernah salah jalan, hanya kita yang terlalu
terburu-buru mencari artinya."
"Dalam diam malam, ada doa yang merangkak menuju cahaya, tanpa suara, tanpa syarat."
Keheningan yang Menjawab
Langit-langit kamar tetap diam, tidak memberi jawaban, hanya memantulkan keheningan. Gelapnya seolah menjadi kanvas, tempat imaji mencoba menari di antara garis yang tak terlihat. Waktu terus bergerak, tapi dalam ruang ini, segalanya terasa tetap.
Keinginan untuk memahami sesuatu yang tidak jelas terkadang menjadi beban. Barangkali, tidak semua hal membutuhkan definisi. Mimpi, misalnya, mungkin hanya ingin menjadi dirinya sendiri, sebuah ilusi yang singgah sejenak, tanpa janji untuk menetap.
Dalam diam, ada pelajaran yang tersampaikan tanpa suara. Mungkin itu bukan tentang menemukan jawaban, tetapi tentang menerima ketidaktahuan sebagai bagian dari perjalanan.
Tak ada kata yang tersisa
Hanya bunyi napas dan detak yang melambat
Dalam gelap, ada terang kecil
Menjawab tanpa suara
Hanya dengan keberadaan
"Keheningan tidak pernah kosong; ia penuh dengan cerita yang hanya bisa dibaca oleh hati yang tenang."
"Mimpi tidak selalu meminta untuk dimengerti, kadang ia hanya ingin dinikmati sebagai potongan kecil dari keajaiban semesta."