Dosa Mempersulit Urusan Orang Lain
Mempersulit urusan orang lain akan mendapat
balasan setimpal dari Allah Taala.
Dosa mempersulit urusan orang lain perlu
diketahui umat muslim.
Dalam Hadis terdapat ancaman serius bagi orang
yang mempersulit urusan orang lain.
Ibnul Qayyim rahimahullah pernah berkata:
"Siapa yang menyikapi makhluk Allah dengan
suatu sikap/sifat, maka Allah akan menyikapinya dengan sikap tersebut pula di
dunia dan di akhirat."
Mempersulit urusan orang lain termasuk perbuatan
yang dilarang oleh syariat.
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam pernah berdoa:
اَللَّهُمَّ مَنْ
وَلِيَ مِنْ أَمْرِ أُمَّتِي شَيْئًا فَشَقَّ عَلَيْهِ فَاشْقُقْ عَلَيْهِ
Artinya: "Ya Allah, barangsiapa yang
mengurusi urusan umatku kemudian dia merepotkan umatku maka susahkanlah
dia." (HR Muslim 1828)
Dalam riwayat lain Beliau bersabda:
وَمَنْ يُشَاقِقْ
يَشْقُقِ اللَّهُ عَلَيْهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
"Barangsiapa yang menyulitkan (orang lain) maka
Allah akan mempersulitnya para hari Kiamat." (HR Al-Bukhari 7152)
Dari Abi Shirmah radhiyallahu 'anhu,
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Siapa yang memberi kemudaratan kepada seorang muslim, maka Allah akan
memberi kemudaratan kepadanya. Barang siapa yang merepotkan (menyusahkan)
seorang muslim maka Allah akan menyusahkan dia." (HR Abu Dawud 3635,
at-Tirmizi).
Adapun balasan bagi orang yang membantu urusan
seorang muslim diterangkan dalam Hadis berikut
نْ أَبِى
هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ : « مَنْ نَفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُرْبَةً
مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا نَفَّسَ اللَّهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ
الْقِيَامَةِ، وَمَنْ يَسَّرَ عَلَى مُعْسِرٍ يَسَّرَ اللَّهُ عَلَيْهِ فِى
الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ » رواه مسلم
Dari Abu Hurairah dia berkata, Rasulullah
bersabda: "Barangsiapa yang membantu seorang muslim (dalam) suatu
kesusahan di dunia maka Allah akan menolongnya dalam kesusahan pada hari
kiamat. Dan barangsiapa meringankan (beban) seorang muslim yang sedang
kesulitan maka Allah akan meringankan (bebannya) di dunia dan akhirat."
(HR Muslim)
Hadis yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari
Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda “Sesungguhnya agama (islam)
itu mudah, dan tidak ada satu orangpun yang mempersulitnya kecuali ia akan dibuat
tak berdaya”. (HR Bukhari)
Dalam hadis lain, Rasulullah Shallalahu alaihi wa
sallam menegaskan, "Apabila aku perintahkan kepada kalian untuk
mengerjakan suatu perkara , maka laksanakanlah itu semampu kalian" (HR
Bukhari-Muslim).
“Ya Allah, barangsiapa yang diberi
tanggung jawab untuk menangani urusan umatku, lalu ia mempersulit mereka, maka
persulitlah hidupnya. Dan barangsiapa yang diberi tanggung jawab untuk
mengurusi umatku, lalu ia memudahkan urusan mereka, maka mudahkanlah hidupnya.”
(HR Muslim)
Sampaikanlah kabar gembira dan janganlah membuat
lari/menakut-nakuti, serta permudahlah dan janganlah mempersulit...
Sesungguhnya di antara kalian ada yang membuat
lari orang lain
Umar bin Khaththab: Sesungguhnya aku dan
seorang tetanggaku dari kaum Anshar dari kabilah Bani Umayyah bin Zaid, yang
bertempat tinggal di daerah atas kota Madinah, saling
bergiliran dalam hal menghadiri majelis Nabi –shalallahu ‘alaihi wa sallam-,
sehingga ia hadir satu hari, dan aku pun hadir hari selanjutnya. Bila aku yang
mendapat giliran untuk hadir, maka aku pun menyampaikan kepadanya kabar yang
terjadi pada hari itu, berupa perintah atau lainnya. Dan bila ia yang hadir, ia
pun melakukan hal yang sama. [HR Bukhari]
اِنَّ اللهَ يَأْمُرُكُمْ اَنْ تُؤَدُّوا الْاَمٰنٰتِ
اِلٰٓى اَهْلِهَاۙ
Siapa
yang lebih baik di antara si miskin yang sabar atau si kaya yang pandai
bersyukur?
Menurut Ibn Taimiyah, bila kebaikan si
miskin lebih banyak, maka ia lebih utama. Sebaliknya, bila kebaikan si kaya
lebih banyak, maka si kaya lebih baik. Jika kebaikan mereka sama, maka
kemuliaan mereka sederajat dan setingkat.
Hanya, dalam kasus ini, tutur Ibn Taimiyah,
si miskin lebih dahulu melangkah ke surga daripada si kaya. Karena langkah si
kaya tertahan sejenak di depan pintu surga lantaran harus menyelesaikan
perhitungan (hisab)
mengenai harta dan kekayaan yang dimiliki.
Miskin dan kaya, seperti dikemukakan Ibn
Taimiyah di atas, tidak menjadi dasar keutamaan seorang. Dasar mengenai itu,
tetap iman dan takwa. Di sini, miskin dan kaya hanya dapat diidentifikasi
sebagai alat uji semata.
Sebagai alat uji, keduanya diyakini dapat
memberi pengaruh terhadap perilaku manusia, baik maupun buruk. Pengaruh ini,
tentu sangat bergantung kepada kesiapan mental penerima ujian. Untuk itu, ada
manusia yang tidak siap dengan kemiskinan, sehingga kemiskinan, seperti kata
Nabi saw, dapat mendekatkan manusia kepada kekufuran. (HR Baihaqi).
Sebaliknya, banyak pula manusia yang tidak
siap dengan kekayaan, sehingga kekayaan membuat dirinya menjadi pelit dan
sombong. Inilah makna firman Allah, "Ketahuilah!
Sesungguhnya manusia benar-benar melampaui batas, karena dia melihat dirinya
serba cukup." (Al-'Alaq: 6-7).